KELOMPOK 3 (2KA41):
15 Jarum sejarah
Nama
|
NPM
|
Caesario Dimas Muhammad
|
12114258
|
Cynthia Fega Pratama Putri
|
12114473
|
Dede Rezky
|
12114620
|
Hanifandra Sadewo
|
1C114798
|
Muhammad Fahmi
|
16114920
|
Muhammad Hisyam
|
17114309
|
Rama Al-Azis
|
18114864
|
Rian Eko
|
19114219
|
Tytha Chairunnisa
|
1A114219
|
15 Jarum sejarah
Pengetahuan
Pendekatan
interdisipliner memang merupakan keharusan, namun tidak dengan mengamburkan
otonomi masing-masing disiplin keilmuan yang telah berkembang route-nya
masing-masing, melainkan dengan menciptakan paradigma baru. Paradigma ini
adalah bukanlah ilmu melainkan sarana berpikir ilmiah seperti logika,
matematika, statistika, dan bahasa. Setelah perang dunia II muncullah paradigma
“konsep sistem” yang diharapkan sebagai alat untuk mengadakan pengkajian
bersama disiplin keilmuan. Jelaslah bahwa pendekatan interdisipliner bukan
merupakan fusi antara berbagai disiplin keilmuan yang akan menimbulkan anarki
keilmuan.
16 Pengetahuan :
Sebuah catatan perjalanan
Pengetahuan
pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang segala sesuatu,
termasuk ke dalamnya adalah ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan
yang diketahui oleh manusia, disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti
filsafat, seni, dan agama.
Pengetahuan
merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut
memperkaya kehidupan kita. Pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai
pertanyaan mencul dalam benak kita.
Pengetahuan yang dapat diandalkan
Epistemologi
adalah landasan kefilsafatan yang membahas prosedur untuk memperoleh
pengetahuan.
Setiap
jenis pengetahuan dicirikan oleh tiga pikiran dasar kefilsafatan yakni apa yang
ditelaahnya (onotologi), bagaimana caranya memperoleh pengetahuan dan untuk apa
pengetahuan itu dipergunakan (axiologi). Fungsi kegunaan pengetahuan terkait
dengan epistemologi sedangkan wilayah penjelajahan terkait dengan onotologi.
Manusia mempelajari
alam sebagaimana adanya dan menarik kesimpulan melalui pengamatan pancaindera
dan penalaran akalnya. Dia mendeskripsikan berbagai gejala alam dan mencoba
menjelaskan pengaruh gejala yang satu terhadap gejala lainnya.
Antara ilmu dan seni
Seni,
pada sisi lain dari pengetahuan, mencoba mendeskripsikan sebuah gejala dengan
seluruh kehadiran dan maknanya. Kalau ilmu mencoba mengembangkan sebuah model
yang sederhana mengenai dunia empiris dengan mengabstraksikan realita menjadi
beberapa variabel yang terkait dalam sebuah hubungan yang bersifat
rasional. Seni tidak terkait kepada
metode tertentu seperti ilmu melainkan mendasarkan kepada kreativitas untuk
mengungkap realitas dari berbagai segi dan sudut pandangnya.
Seni terapan (applied arts) dan seni halus (fine arts)
Usaha
untuk menjelaskan gejala alam ini sudah mulai dilakukan oleh manusia sejak dulu
kala. Mereka merasa tak berdaya menghadapi kekuatan alam yang sangat dahsyat
yang dianggapnya merupakan kekuatan yang luar biasa ini. Untuk menjelaskan dan mengkaitkannya dengan makhluk
yang luar biasa dan berkembanglah berbagai mitos tentag para dewa dengan
berbagai kesaktian dan perangainya. Gejala alam merupakan pencerminan dari
kepribadian dan kelakuan mereka.
Mereka mencoba
mengembangkan suatu sistem pengetahuan untuk menafsirkan gejala-gejala fisik
dan mekanisme yang mengaturnya. Dapat dibayangkan betapa terlunta-luntanya
manusia jika sekiranya sama sekali buta terhadap kekuatan alam yang terdapat
sekeliling dirinya. Dengan mengembangkan penafsiran tertera betapa pun
primitive dan takhayulnya.
Perkembangan ini
menyebabkan tumbuhnya pengetahuan yang disebut “seni terapan” (applied arts)
yang mempunyai kegunaan langsung dalam kehidupan badani sehari-hari disamping
“seni halus” (fine arts) yang bertujuan untuk memperkaya spiritual.
Akal sehat dan metode coba-coba
Akal
sehat (common sense) dan cara coba-coba (trial and error) mempunyai peranan
penting dalam usaha manusia untuk menemukan penjelasan mengenai berbagai gejala
alam. Ilmu dan filsafat dimulai dengan akal sehat sebab tak mempunyai landasan
permulaan lain untuk berpijak. Tiap peradaban betapapun primitifnya mempunyai
kumpulan pengetahuan yang berupa akal sehat.
Rasionalisme dan empirisme
Perkembangan
selanjutnya dari akal sehat adalah tumbuhnya rasionalisme yang secara kritis
mempermasalahkan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos.
Ilmu mencoba
menafsirkan gejala alam dengan mencoba mencari penjelasan tentang berbagai
kejadian. Ilmu tidak bisa melepaskan diri dari penafsiran yang bersifat
rasional dan metafisis.
Metode eksperimen
Metode
eksperimen ini dikembangkan oleh sarjana-sarjana muslim pada abad keemasan
islam; ketika ilmu dan pengetahuan lainnya mencapai kulminasi dalam peradaban
islam antara abad IX dan XII masehi. Dengan jatuhnya kekaisaran romawi
dihidupkan kembali dalam kebudayaan islam . “jika orang yunani adalah bapak
metode ilmiah,” simpul H.G.Vells, “maka orang muslim adalah bapak angkatnya”.
Pada zaman khalifah
Al-Mansur aliran rasionalisme islma yang terkenal dengan muktazilah mendapatkan
kesempatan untuk berkembang yang mendorong pemikiran dibidang filsafat dan
keilmuan. Dalam kekhalifahan Harun Al-Rasyid buku pengetahuan ilmiah telah
banyak dipublikasikan dan dikumpulkan dalam Baitul hikmah yang bertujuan untuk
mengumpulkan dan menerjemahkan. Lewat penerjemahan inilah maka dunia
pengetahuan sekarang ini mengenal pengetahuan yang dikembangkan di yunani termasuk
filsafat. Pada kurun waktu inilh dikembangkan metode observasi dan metode
eksperimen oleh sarjana muslim.
Metode
eksperimen ini diperkenalkan didunia barat oleh filsufger bacon (1214-1294) dan
kemudian dimantapkan sebagai padigma ilmiah atas usaha francis bacon
(1561-1626).
Untuk itu kita harus
berupaya untuk tetap objektif agar sejarah keilmuan terdokumentasikan
sebagaimana adanya.
Metode ilmiah
Dengan
demikian maka berkembanglah metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir
dedukatif dengan induktif. Galileo (1564-1642) dan newton (1642-1727) merupakan
pionir yang mempergunakan gabungan berpikir deduktif dengan induktif ini dalam
penelitian ilmiah mereka. Penelitian Charles Darwin (1809-1882) yang membuahkan
teori evolusi juga mempergunakan metode ilmiah.
Perkembangan
pengetahuan yang sangat cepat. Dirintis oleh Copernicus (1473-1543), Tycho
Brache (1546-1601), Johannes Kepler (1571-1630), Galileo (1564-1642) dan Newton
(1642-1727) ilmu mendapatkan momentumnya pada abad ke tujuh belas dan seterusnya
tinggal landas. Whitehead menyebutkan periode antara 1870-1880 sebagai titik
kulminasi perkembangan ilmu dimana Helmholtz, Pasteur, Darwin dan Clerk-Maxwell
berhasil mengembangkan penemuan ilmiahnya.
Metode ilmiah ini dikembangkan
setelah para ilmuan menempuh perjalanan pemikiran yang panjang bersama jatuh
bangunnya sejarah kemanusiaan dalam menemukan kedewasaan. Dewasa ini terdapat
kecenderungan yang bersifat ahitoris.
Metode ilmiah yang sekarang kita
perguanakan dalam penelitian ilmiah berkembang melalui perjalanan pemikiran
yang panjang. Prosedur dalam menemukan pengetahuan yang dapat diandalkan ini
memadukan kelebihan dan kekurangan dari logika deduktif secara rasional dan
logika induktif secara empiris.
Sebab utama dibedakan antara epistomoligi penenmuan ilmiah yang cocok
untuk peneliti profesiaonal dan epistomologi
pemecahan masalah yang cocok untuk
penelitian akademik. Kedua epistomologi ini akan dikaji dalam pembahasan
selanjutnya.
Dalam konteks ini, Filsuf Friedrich
Hegel (1770-1831) dalam bukunya The
Philosophy of History, telah memperingatkan kita: bahwa baik manusia maupun
pemerintahan tak pernah belajar apapun dari sejarah atau bertindak sesuai
dengan prinsip yang dideduksikan dari sejarah.
17. Struktur
Pengetahuan Ilmiah
Metode ilmiah dinamakan pengetahuan
ilmiah. Disiplin keilmuan mencoba memperoleh dan penyusun pengetahuan ilmiah
sesuai dengan bidangnya. Disiplin ilmu ekonomi. Menyusun pengetahuan ilmiah
mengenai kegiatan ekonomi . pengetahuan ilmiah disusun secara akumulatif dan
sistematik sehingga membentuk tubuh pengetahuan dikenal sebagai teori ekonomi.
Teori ekonomi merupakan kumpulan, pengetahuan mengetahuan menegnai kegiatan
ekonomi baik yang berbentuk teori, hokum, prinsip, dan sebagainya.
Antara Dunia Fakta dan
Dunia Konsep
Ilmu mempelajari realitis empiris
yakni kenyataan yang dapat ditangkap lewat pancaindera. Unsur realitas empiris
adalah fakta. Jadi kita hidup diantara fakta-fakta: transportasi yang macet,
harga yang membumbung, uang sekolah yang naik dsb. Kita ini hidup diantara
fakta-fakta, baik yang langsung berhubungan kehidupan kita, maupun yang tidak.
Konsep adalah sekumpulan fakta yang
telah direduksikan menjadi pernyataan abstrak. Artinya kerajinan tangan dan
berbagai benda lainnya yang sejenis dikelompokkan satu kategori yang dinamakan
benda ekonomi. Benda ekonomi adalah semua benda, termasuk benda kerajinan
tangan, yang jumlahnya langka sehingga untuk memperolehnya kita harus
mengeluarkan pengorbanan.
Konsep : Acuan yang
Menakjubkan
konsep adalah bahasa yang dipakai sesame
ilmuan dalam menganalisis berbagai fakta.Berpikir secara konsepsional ini
merupakan salah satu tujuan utama dalam pendidikan keilmuan di samping berpikir
nalar dan berpikir antisipasif.
Konsep merupakan acuan yang
menakjubkan sebab dia mempunyai daya penjelasan yang luas dan menyakitkan.
Konsep dan Penjelasan
Ilmu berfungsi sebagai acuan dalam
mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol gejala alam.
Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diproses melalui prosedur yang
disebut metode ilmiah. Perkembangan ilmu diibaratkan sebagai piramida terbalik
yang mencerminkan penyusunan pengetahuan ilmiah yang bersifatakumulatif.
Metode ilmiah mempunyai mekanisme
umpan balik yang bersifat korektif yang memungkinakan upaya keilmuan menemukan
kesalahan yang mungkin diperbuatnya. Sebaliknya bila ternyata bahwa sebuah
pengetahuan ilmiah yang baru itu benar, maka pernyataan yang terkandung salam
pengetahuan ini dapat dipergunakan sebagai premis baru dalam kerangka pemikiran
yang menghasilkan hipotesis baru.
Sampai pertengahan abad ketujuh belas
komunikasi antar ilmuan dilakukan melalui korespondensi pribadi atau publikasi
makalah atau pamphlet yang dilakukan sewaktu-waktu. Tahun 1654 The Royal
Society didirikan di London disusul oleh Academie Francaise yang di dirikan di
Paris pada tahun 1653. Laporan pertemuan ilmiah pertama dari The Royal Society
muncul pada tahun 1664.
Pada dasarnya ilmu dibangun secara
bertahap dan sedikit demi sedikit dimana para ilmuan memberikan sumbangannya
menurut kemampuannya. Ilmu secara kuantitatif dikembangkan oleh masyarakat
kelilmuan secara keseluruhan, meskipun tentu saja beberapa orang jenius seperti
Newton atau Einstein, merumuskan landasan baru yang bersifat mendasar.
Penjelasan
keilmuan juga memungkinkan kita meramalkan
apa yang akan terjadi dan berdasarkan ramalan tersebut kita bisa melakukan
upaya untu mengomtrol, agar ramalan
itu menjadi kenyataan atau tidak. pengetahuan ilmiah pada hakikatnya mempunyai
empat fungsi, yakni mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol.
Kita dapat memanfaatkan pnegetahuan ilmiah sesuai dengan ruang lingkup dan
kemampuan pengetahuan tersebut. Tantum
Possumus, ujar Francis Bacon, Quantum
Scimus.
Secara garis besar terdapat empat
jenis pola penjelasan , yakni penjelasan deduktif, probabilistic, fungsional,
atau teleologis dan genetic. Deduktif memeprguankaan cara berpikir deduktif
dalam menjelaskan suatu gejala dengan menarik kesimpulan secara logis dari
premis premis yang telah ditetapkan sebelumnya. Penjelasan probabilistic merupakan
penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus yang tidak
memberikan kepastian. Seperti penjelasan deduktif melainkan penjelasan yang
bersifat peluang seperti “kemungkinan”, “kemungkinan besar “ atau “hamper dapat
dipastikan”. Penjelasan Funsional atau teleologis merupakan penjelasan yang
meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan system secara keseluruhan yang
mempunyai karakteristik atau arah perkembangan tertentu. Penjelasan genetic
mempergunakan factor-faktor yang timbul sebelumnya dalam menjelaskan gejala
yang muncul kemudian.
Teori Ilmiah
Teori merupana pengetahuanilmiah yang
mencakup deskripsi dan penjelasan mengenai suatu objek tertentu. Teori ekonomi
berada dalam payung ilmu ekonomi. Teori ekonomi inipun dirinci dalam teori yang
cakupannya lebih kecil umpamanya teori mikro ekonomi dan teori makro ekonomi.
Hubungan dua buah proporsi penting dinamakan sebagai hokum.
Secara substantif teori terdiri dari
subteori, hukum, prinsip, asa dan bentuk bentuk lainnya. Secara semantic teori
melambangkan abtraksi suatu objek kita mengatakannya “justifikasi teoritis”.
Teori Newton sebenarnya merupukan
gabungan dari teori teori yang telah dikembangakan oleh pendahulunya yakni
Galileo, Copernicus dan Johannes Kepler. Teori tentang “jatuh bebas” yang
didemontrasikan oleh Galileo menjatuhkan dua benda yang berbeda beratnya dari
menara pisa. Galileo (1564-1642) dengan demontrasinya yang bersifat teatrikal
dengan sekali pukul menjatuhkan teori Aristoteles yang tidak benar itu.
Copernicus (1473-1543) mengembangkan
teori baru bahwa bukan matahari yang berputar mengelilingi bumi melainkan bumi
mengelilingi matahari. Perombakan teori lama oleh Ptolemaeus (150 S.M) dari
Alexandria yang mengemukakan bumi adalah pusat jagat raya. Teori cocpernicus
ini kemudian disempurnakan oleh Johannes Kepler (1571- 1630). Dengan
mempergunakan data yang dikumpulkan Tycho Branche(1546-1601) menyimpulkan bahwa
bahasa orbit palnet planet dalam mengelilingi matahari tidaklah berbentuk
lingkaran seperti apa yang dipercayai oleh Ptolemaeus maupun Copernicus
melainkan berbentuk ellips.
Akhirnya Newton (1642-1727) pada
tahun 1686 mnenerbitkan Phitosophiae
Naturals Principia Mathematica teori yang mempersatukan teori Galileo.
Newton berhasil menemukan teorinya yang bersifat universal didasarkan kepada
teori teori sebelumnya bersifat sepotong sepotong. Newton sendiri menyatakan
bahwa “jika saya mampu melihat jauh muka hal ini disebabkan oleh sehati saya
berdiri di puncak para jenius terdahulu.”
Newton memformulasikan sebuah teori
gravitasi yang menjelaskan tentang peristiwa tersebut dengan penjelasan yang
bukan saja berlaku bagi apel, namun juga bagi seluruh benda baik yang berada di
bumi maupun di langit. Bersifat universal.
Pengertian teoritis merupakan
abstraksi dari realitas dimana semakin tinggi tingkat keumumannyasebuah teori
makan semakin jauh dia dari realitas secara fisik. Konsep teoritis seperti
gravitasi dan medak efek. Tromagnetik merupakan penjelasan yang bersifat
mendasar yang mampu nengikat berbagai gejala gejala fisik secara universal.
Tujuan akhir dari keilmuan adalah
mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat umum, utuh dan koheran.
Fisika teoritis (Theoretical Physics) teori
yang paling maju dalam bidang ilmiah namun secara keseluruhan belum membentuk
teori yang utuh dan koheran. Fisika teorits terdiri dari teori yang
dikembangkan Newton, Maswell, Eisntein, Schrodinger dan ahli-ahli fisika
lainnya.
Teori Ilmu Sosial
Teori motivasi Maslow ini, kita akan
menemukan erbagai teori motivasi yang pada hakikatnya adalah sama, tetapi pada
artikulasinya tampil berbeda. diibaratkan dengan sebuah kerajaan , ilmu social
adalah kerajaan tanpa raja atau shogun, melainkan kumpulan dariraja-raja kecil
seperti “ warlord” atau “daimyo”/ teori ilmu social sukar sekali untuk mengenbangkan
teori yang bersifat universal dan bersifat nomotetis yakni mampu
mendeskripsikan, menjelaskan, dan mengontrol gejala alam.
Max Plank, menurut informasi yang
diperoleh dari buku loakan, menganggap ilmu ekonomi itu sukar dan menglihkan
bidang studinya ke fisika dan menemukan teori quantum,sedangkan Bertrand
Russell berpendapat sebaliknya, ekonomi baginya dianggap terlalu mudah yang
menyebabkan dia beralih kepada filsafat dan matematika.
Ilmu ekonomi berkembang menjadi teori
yang bersifat kuantitatif par excellence.
Teori genets pada hakikatnya merupakan deskripsi dari suatu objek penelaahan
yang bersifat lengkap dan memberikan penjelasan fungsional antara berbagai
unsur dalam teori tersebut.
Teori ilmu social berfungsi untuk
mendeskripsikan, namun jika teori tersebut hanya berhenti sampai sini maka
teori semacam itu tak banyak gunanya dalam memecahkan masalah social dalam
kehidupan ini. Teori ilmu social bersifat genetis.
Teori ilmu social dinyatakan dalam
pernyataan verbal yang bersifat kulitatif dalam pemecahan masalah bersifat
kuantitatif.
Dari Homo Sapiens Ke
Homo Faber
Konsep yang bersifat teoritis karena
sifatnya yang mendasar sering tidak langsung mempunyai kegunaan praktis.
Kegunaan dari sebuah konsep yang bersifat teoritis baru dapat dikembangkan
sekiranya konsep yang bersifat praktis.
Penelitian yang bertujuan untuk
menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah diketahui
dinamakan penelitian murni atau
penelitian dasar. Sedangkan penelitian yang bertujuan untuk mempergunakan
pengetahuan ilmiah yang telah diketahui untuk memecahkan masalah kehidupan yang
bersifat praktis dinamakan penelitian terapan.
Pernyataan ilmu dan teknologi (Science and Technology) sering
ditafsirkan sebagai ranah ilmu ilmu alam.teknologi merupan penerapan teori ilmiah.
Teknologi ,menurut dibedakan dari perangkat lunak (Software) dan perangkat keras (Hardware).
Penemuan Henri Bacquerel tentang
sinar X baru dapat diterapkan dalam praktek setelah 25 tahun kemudian,
sedangkan proses pemecahan atom (Nuclear
Fission) baru dapat dilakukan 11 tahun kemudian setelah teorinya
diformulasikan. 7 tahun setelah itu, ditemukanlah cara pembuatan bom atom yang
kemudian meluluhlantakkan Nagasaki dan Hiroshima, yang membuka babakan baru
sejarah dalam peradaban manusia. Azyumardi Azra, adalah “Fasisme dengan
senyuman”.
Manusia disebut Homo Faber (makhluk
yang membuat peralatan) di samping Homo Sapiens (makhluk yang berpikir) yang
mencerminkan kaitan antara pengethaun yang bersifat teoritis dengan teknologi
tyang bersifat praktis. Seni bersifat estetis, ilmu adalah pengetahuan yang
dikembangkan oleh manusia untuk memecahkan masalah masalah praktis dalam
kehidupannya. Meskipun pada tahap embrional pengembangan ilmu pun pernah
bersifat estetis.
Pendapat yang dikemukakan seniman
Mochtar Lubis bahwa persamaan dan perbedaan ilmu dengan seni patut diketahu
dengan seksama dalam rangka meningkatkan sikap ilmiah bangsa Indonesia
mengingat sikap kita yang masih berorientasi kepada nilai estetis.
Struktur Pengetahuan
Ilmiah
Postulat merupakn ssanggapan dasar
tentang objek yang menjadi focus penelaahan kita. Anggapan dasar ini bertolah
dari cara pandang kita terhadap objek tersebut. Postulat tidak membutuhkan
berifikasi empiris sebab postulat bukanlah sifat yang melekat pada objek yang
kita telaah melainkan car pandang kita terhadap objek tersebut, Lain halnya
dengan Asumsi.
Sebagian orang mengatakan bahwa
pendidikan adalah transfer pengetahuan, aritinya. Poros kegiatan pendidikan
adalah transfer pengetahuan itu.
Postulat denfan tepat dan cermat.
Mendidik manusia berpikir secara ilmiah berarti menjadikan teori ilmiah
dijadikan dasar untuk berpikir dalam memecahkan masalah. Mendidik manusia untuk
menguasai teori ilmiah adalah menjadikan ilmu sebagai materi yang harus
dipahami dan menjadi bagian dari kognisi inteligensi manusia. Titik berat dari
tujuan pertama adalah Bberpikir
sedangkan titik berat tujuan kedua adalah kognisi.
Ilmu ekomonim mempostulatkan ekonomi
sebagai kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya melalui mekanisme
pertukaran ilmu manajemen mempostulatkan manajemen sebagai upaya menusia untuk
mencapai tujuan tertentu dengan mekanisme kerja sama.s
Baik ilmu ekonomi maupun ilmu manajemen menjadikan manusia
sebagai objek telaahnya.
ilmu ekonomi menganggap manusia
sebagai makhluk hedonis yang serakah yang ingin memuaskan kebutuhan hidupya
sendiri dengan kenikmatan sebesar besarnya dan menjauhi yang mengurangi
kenikmatan hidupnya, ilmu manajemen mempunyai asumsi tentang manusia yang
berbeda tergantung dari organisasi dimana manusia itu bekerja sama
tubuh pengetahuan ilmiah pada
hakikatnya merupakan pengetahuan teoretis yang disusun secara sistematis. Teori
ilmiah ini pada hakikatnya berfungsi untuk mendeskripsikan, menjelaskan,
memprediksikan dan mengontrol gejala alam, teori yang mampu melaksanakan
keempat fungsi keilmuan ini secara lengkap dinamakan teori nomotetis. Teori
genetis adalah teori yang bersifat mendeskripsikan dan menjelaskan namun tidak
memprediksikan dan mengontrol
deduksi dalam ilmu alam selalu
bersifat tautologis sedangkan deduksi dalam ilmu sosial bisa sangat bervariasi
sesuai denganrealitas yang di hadapi
ilmu merupakan cabang pengetahuan
yang mempunyai karakteristik sendiri. Pengetahuan mempunyai berbagai cabang
pengetahuan yang salah satunya adalah ilmu, pengetahuan di artikan secara luas
mencakup segenap apa yang kita tahu tentang suatu objek tertentu
pengetahuan manusia terhadap objek
diluar dirinya diperoleh melalui kemampuannya dalam mengindra, merasa dan
berpikir. Manusia mencoba menemukan kebenaran baik melalui pengalaman
berdasarkan panca indranya maupun kegiatan berpikir berdasarkan akalnya.
Kegiatan berpikir manusia dibedakan menjadi dua yakni, pertama, kegiatan
berpikir bersifat nalar/logis dan kedua, intuitif , kegiatan berpikir yang
mem-bypass nalar. Pegetahuan manusia juga dapat bersumber dari wahyu tuhan
kepada manusia
ilmu meupakan pengetahuan yang
mencoba mempelajari realitas dunia fisik yakni dunia yang dapat kita tangkap
melalui panca indra, realitas atau dengan kata lain apakah hakikat sebenarnya yang hadir sebagai
kenyataan bagi diri kita? Ternyata kenyataan itu tidak sesederhana yang kita
duga sebab yang tampak tidak selalu merupakan kenyataan yang ada. Cabang
kefilsafatan yang mempelajari hakikat realitas disebut metafisika. Metafisika
terdiri dari dua aspek yakni ontologi dan kosmologi
aspek ontologi mengkaji masalah
fundamental dari realitas seperti ruang dan waktu sedangkan kosmologi mengkaji
masalah mengenai keterkaitas seluruh entitas umpamanya keteraturan(order)
ilmu membatasi telaahnya hanya pada dunia yang dapat
dijangkau oleh panja indera yang mempunyai karakteristik(1) realitas adalah
gejala fisik; (2) berwujud sebagai fakta atau data; (3) merupakan perkiraan
dari kenyataan yang sebenarnya dan (4) dinyatakan sebagaimana adanya,
unit analisis ilmu adalah fakta yang
merupakan unsur yang membentuk realitas. “Dunia merupakan totalitas fakta”,
kata wittgenstein, “bukan benda”. Fakta yang mempunyai karakteristik tertentu
dinamakan data, umpamanya “mendung” menyebabkan timbulnya “hujan”. artinya terdapat
hubungan antara fakta berupa gejala mendung dengan fakta lain yang berupa
timbulnya hujan
teori adalah pernyataan verbal yang
merupakan abstraksi dari kejadian faktuan yang kasat mata, teori berawal dari
pengamatan manusia seperti apa yang kita amati tentang hubungan antara mendung
dan hujan. Pengetahuan yang kita dapatkan dari pengamatan ini adalah
pengetahuan aktual, kita dapat mengetahui apa itu mendung dan apa itu hujan
melalui pengamatan kita, disamping berpikir faktual ini manusia mengembangkan cara
berpikir laincyang dinamakan berpikir konseptual atau konsepsional, berpikir
konsepsional unit analisisnya adalah konsep. Konsep adalah abtraksi dari
sekumpulan fakta yang direduksikan menjadi pernyataan verbal
Masalah
yang timbul dapat dijawab melalui pengujian atau sering disebut dengan
verifikasi. Metode ilmiah yang menggabungkan berpikir dedukasi dan induksi
dengan jembatan hipotesis yang terkenal dengan sebutan logico-hipothetico-verivikatif.
Ilmu
memfokuskan kajiannya pada dunia empiric, dalah hubungan ini maka teori
gravitasi menjelaskan bahwa bumi dan bulan berada pada orbitnya masing-masing
karena ada gravitasi. Ilmu dapat disimpulkan sebagai pengetahuan ilmiah yang
berupa gabungan antara deduksi dan induksi dengan jembatan hipotesis.
Beberapa Permasalahan Epistemologis dalam Kegiatan Keilmuan
Manusia
menemukan pengetahuan baru atau memecahkan masalah yg dihadapinya dilakukan
melalui kegiatan penelitan. Metodenya merupakan gabungan dedukasi dan induksi
dengan jembatan hipotesis. Dalam penerapa metode ilmiah dalam kegiatan
penelitian kita menemukan variasi yang banyak sekali sehingga membingukan.
Untuk itu
dilakukan usaha untuk menemukan konsesus untuk menjabarkan epistemology ilmu
secara nalar dan sistematis. Dimulai dengan mengamati bermacam bentuk
penjabaran metode ilmiah, dan menunda penilaian untuk menyatakan salah atau
benar. Hanya menunjukan sekiranya berpegang teguh secara konsekuen kepada
metode ilmiah maka kita akan menemukan beberapa penyimpangan dalam
penerapannya. Masalah kedua, peneliti tidak
mempunyai konteks justifikasi. Masalah ketiga, kurang berfungsinya teori ilmiah sebagai acuan dalam membangun
argumentasi deduktif yang menghasilkan hipotesis. Masalah keempat, banyaknya penelitian deskriptif yang dilakukan
sebagai penelitian akademik. Masalah kelima, penelitian akademik yang lebih
berorientasi pada penemuan daripada membentuk cara berpikir.
Kegunaan Ilmu
Fungsi
pengetahuan ilmiah bukanlah pengetahuan yang bersifat estetik, melainkan
pengetahuan yang berguna sebagai acuan dalam memecahkan permasalahan secara
praktis.
Pengajuan Hipotesis berdasarkan Teori Maslow
Pengetahuan
ilmiah merupakan sumber pengetahuan untuk mendapatkan jawaban sementara atau
hipotesis. Menurut teori Maslow dirumuskan sebagai berikut: pertama, sesuatu
muncul karna ada penyebab. Kedua, Kebutuhan mempunyai hierarki tertentu.
Disimpulkan dalam masalah mengapa supir bis sering melakukan aksi ugal-ugalan.
Kita dapat
mengajukan hipotesis dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mengaitkan
antara tingkat pemenuhan kebutuhan ekonimi dengan tingkat keamanan mengendarai
kendaraan.
Implikasi Penelitian
Setelah
kesimpulan penelitian dirumuskan maka implikasi dan saran dikemukakan secara
lengkap dari A sampai Z dalam rangka penyelesaian masalah secara tuntas.
Kesimpulan
atas mempergunakan teori Maslow mengenai masalah diatas, bahwa tindakan
ugal-ugalan supir bis kota disebabkan belum terpenuhinya kebutuhan ekonomi.
Jadi,
tidak ada salahnya bila dalam bidang keilmuan terdapat beberapa teori yang
menjelaskan suatu kejadian. Teori-teori ini dapat kita anggap sebagai kerangka
berpikir yang kita evaluasi melalui dua aspek, pertama, tingkat rasionalitas
argumentasinya dan, kedua, keakuratan prediksinya. Kerangka berpikir yang
paling rasional dan paling akurat prediksinya itulah yang akan kita pilih untuk
menjelaskan kejadian tersebut global.
Dalam
ilmu-ilmu sosial masalah seperti ini sudah biasa terjadi.Mungkin terdapat
beberapa teori yang menjelaskan satu kejadian yang sama, atau yang lebih sering
terjadi, sama sekali tak terdapat teori apa pun yang menjelaskan suatu kejadian
tertentu.
Ilmu-ilmu
sosial tidak lagi mengembangkan teori nomotetis yakni teori yang
mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan dan mengontrol gejala alam
melainkan “Teori Genetis” yakni teori uang mendeskripsikan mengenai
karateristik entitas tertentu dari berbagai segi, kategorisasi,relasi,fungsi,
cara kerja, pengembangan dan sebagainya.
Teori
kepemimpinan dalam ilmu manajemen, umpamanya, termasuk ke dalam kategori teori
genetis ini. Teori ini mendeskripsikan berbagai segi dari kepemimpinan dalam
organisasi.
Teori
genetis umpamanya membahas mengenai karakteristik kepemimpinan yang efektif,
namun dia tidak menyimpulkan bahwa “ semakin demokratis kepemimpinan maka
semaki tinggi produktivitas atau efektivias suatu organisasi”.
Jadi
peneliti ilmu-ilmu sosial tidak usah terlalu berkecil hati bila ingin meneliti
pengaruh budaya organisasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia meskipun
tak ada teori nomotetis yang menaunginya.
Kita
tetap ingin mempertahankan bahwa secara universal tak ada perbedaan antara
ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial yakni kedua-duanya mempergunakan
epistemologi ilmu dan metode ilmiah yang sama.
Filsafat
ilmu dapat berfungsi sebagai kerangka yang mempersatukan semua sarana berpikir
ilmiah ini. Semoga pemetaan peranan mereka secara filosofis dalam proses
keilmuan akan membatnu kita untuk lebih memahami hakikat dan fungsinya
masing-masing sehingga menggerakkan hati kita untuk lebih menghargai dan dengan
demikian mendorong keinginan untuk mempelajarinnya.
Keutuhan Pengetahuan
Pengetahuan
ilmiah berkembang relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan
pengetahuan-pengetahuan lainnya. Dunia pengetahuan seakan terbagi dalam
dikotomi antara dunia ilmiah dan non-ilmiah. Dunia non-ilmiah ini dikenal
sebagai humaniota(humanisties) yang mencakup semua cabang pengetahuan kecuali
ilmu dan sarana yang secara khusus terkait dengannya seperti matematika dan
statisika.
Pengetahuan
lainnya seperti filsafat, bahasa, seni, mora dan agama tergolong kepada
kelompok humaniora.
Kekhususan
ilmd alam menyusun tubuh pengetahuannya menyebabkan ilmu berkembang dengan
cepat dan mengkonsolidasikan dirinya sebagai pionir terepan dalam membentuk
peradaban manusia.
Pengetahuan
dapat dibayangkan sebagai sebuah bangunan. Di bawahnya terdapat “Kapling” yang
merupakan wilayah dimana pengetahuan itu dibangun. Diatas kapling itu didirikan
“Bangunan” yang merupakan tubuh pengetahuan yang diperoleh dan disusun. Diatas
bangunan terdapat “Atap” uang merupakan nilai yang melindungi bangunan
tersebut. Kita dapat mengenal seiap bangunan dari rancang bangun pengetahuan
tersebih yang terdiri dari tiga komponen yakni ontologi, epistemologi, dan
asiologi masing-masing .
Intinya
adalah bahwa apapun cabang pengetahuan yang diperoleh harus dimanfaatkan bagi
kebaikan manusia dan sosial yang mencerminkan kedudukan dan pengaruhnya dalam
kehidupan bermasyarakat. Ilmu dan teknologi sangat berperan dalam membentuk
kebudayaan manusia dewasa ini.
Bakker dan Zubair
dalam Metodologi Penelitian Filsafat mengutip pendapat Jujun Suriasumantri
bahwa :
Dewasa ini pengetahuan yang satu tercerai dari
pengetahuan yang lainnya. Ilmu tercerai dari
moral, moral tercerai dari seni, seni tercerai dari ilmu, dan seterusnya.
Inilah sebenarnya sumber ketidakbahagiaan manusia modern dewasa ini, sebab
pengetahuan yang tidak utuh akan membentuk manusia yang tidak utuh pula.
Kerangka filsafat akan memungkinkan kita membahas wawasan mengenai keterkaitan
berbagai pengetahuan.
Ilmu
dan Teknologi yang diperoleh harus dipergunakan bagi kebaikan. Demikian juga,
kebenaran tanpa kebaikan akan menjadi kering tanpa keindahan. Manusia tak hanya
membutuhkan satu bangunan untuk berteduh saja.Kita membutuhkan Mesjid dan
gereja untuk beribadat. Kita membutuhkan gedung kesenian untuk menonton drama
atau mendengarkan konser. Kita membutuhkan sekolah, rumah sakit dan bahkan
sanatorium untuk orang gila.Tugas orang suci dan orang ahli adalah mendirikan
bangunan tersebut.
Metodologi Ilmiah :
Epistemologi Pemecahan Masalah
Epistemologi
adalah landasan kefilsafatan yang berkaitan dengan proses penemuan dan
penyusunan pengetahuan. Epistemologi ilmu adalah bagian dari filsafat ilmu ang
membahas proses dan penyusunan pengetahuan ilmiah.
Metode
yang dipergunakan pengetehuan ilmiah dalam upaya memperoleh pengetahuannya
dengan memperhatikan semua hal tersebut di atas adalah metode ilmiah.
Metogologi
ilmiah dengan demikian dapat kita nyatakan sebagai kajian yang mempelajari
peraturan-peraturan yang terdapat metode ilmiah. Pembahasan yang akan kita lakukan
berkaitan dengan masalah-masalah pokok dalam metodologi ilmiah
Fakta : Titik Awal dan Titik Akhir Penelaahan Ilmiah
Unsur
pertama yang berkaitan dengan metode ilmiah ialah wilayah penjelajahan yang
dicakup dalam kehiatan ilmiah serta penafsiran tentang realitas yang ada
di dalam wilayah kediatan itu. Secara
kefilsafatan semua ini terkandung dalam landasan ontologis dan metafisika
keilmuan.
Objek penelaahan ilmu berapa di dunia empiris. Unit
analisis dunia empiris adalah fakta. Fakta adalah unsur realitas
dan sebaliknya, totalitas fakta membentuk realitas.
Alam
memberikan beragam kekayaan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia namun juga
merupakan sumber potensi bahaya dalam bentuk bencana alam. Pada tahap awal
manusia hidup dari memetik buah-buahan dan umbi-umbian serta daging yang
didapat dari hasil berburu.
Pokok pikirannya adalah kegiatan yang
dilakukan oleh nenek moyang kita dan penelitian yang dilakukan oleh kita
sekarang ini mempunyai kesamaan yakni dua-duanya mempelajari fakta. Bedanya
hanya nenek moyang kita menggunakan akal sehat, sedangkat kita menggunakan akal
sehat yang canggih.
Konsepsi adalah gagasan yang
diabstrasikan dari fakta-fakta yang memungkinkan kita untuk memahami secara
sekaligus berbagai fakta yang tercakup.
Pangan adalah abstraksi dari berbagai
hasil tumbuhan, hewan dan bermacam benda lainnya yang dikonsumsi manusia.
Dari fakta ke teori
Paham emipirisme berpendapat bahwa
lewat proses induksi kita akan dapat menyusun teori ilmiah yang mampu
menafsirkan secara konsepsional berbagai fakta. Pendapat ini dianggap tidak
benar karena induksi hanya mampu menarik kesimpulan kasual tentang hubungan
faktual, namun tidak mungkin menyusun teori yang bersifat konsepsional.
Dedukasi hipotesis
\Katakanlah kita ingin melakukan
verifikasi terhadap kebenaran, dalam ilmu ekonomi misalnya yang menyatakan
bahwa “Jika permintaan tetap sedangkan harga naik maka harga akan turun”.
Verifikasi empiris diatas dapat kita
lakukan pada benda ekonomi yang mempunyai permintaan tetap sepanjang waktu
seperti beras. Bahwa pada musim panen produksi melimpah, yang berarti penawaran
naik.
Bisa kita deduksikan bahwa pada musim
panen harga beras akan turun, sedangkan saat musim paceklik persediaan di pasar
akan berkurang sehingga penawaran akan turun. Disebabkan permintaan terhadap
beras yang bersifat tetap sepanjang tahun.
Meskipun data ini bertentangan dengan
hukum pembentukan harga, namun kalau kita lihat data ini dalam hubungannya
dengan pengujian hipotesis yang diajukan, maka hipotesis akan diterima karena
harga memang berfluktuasi.
Fluktuasi harga dalam pernyataan ini
tidak dinyatakan secara definitif, oleh karena itu akan dinyatakan benar dari
kombinasi data, selama data tersebut menunjukkan adanya fluktuasi harga.
Hipotesis yang bersifat definitif
sering kita jumpai dalam penelitian negara, Hal ini disebabkan oleh kita yang
terbiasa mengajukan hipotesis tidak dibarengi dengan kerangka berpikir
melainkan melakukan lompatan intelektual dari masalah ke hipotesis.
Lompatan intelektual dalam artian
yang baik akan membawa revolusi dalam kemajuan pengetahuan ilmiah, namun
lompatan intelektual dalam pengajuan hipotesis seperti ini akan bersifat
sebaliknya.
Hipotesis mengenai fluktuasi harga
dideduksikan dari suatu teori pembentukan harga. Deduksi seperti ini dinamakan
deduksi nomologis, yang artinya argumentasi yang dilakukan berasal dari teori
atau pernyataan yang sama.
Deduksi nomologis hanya bisa
dilakukan oleh teori nometetis, yakni teori yang berfungsi untuk
mendeskripsikan, menjelaskan dan mengontrol gejala alam.
Ilmu-ilmu sosial telah berupaya
menyusun suatu grand theory yang bersifat monistis, tapi hanya memberikan
sedikit proporsi yang rinci untuk memperoleh hipotesis yang bisa dibuktikan.
Disamping teori jalan tengah yang
bersifat monistis yang jumlahnya sangat sedikit, banyak ilmu sosial yang
mengembangkan banyak sekali teori yang bersifat mendeskripsikan suatu entitas
yang tidak mempunyai kemampuan prediktif.
Masalah yang dihadapi peneliti
ilmu-ilmu sosial adalah bagaimana kita bisa melakukan prediksi dengan dasar
teori yang tidak mempunyai kemampuan prediktif. Katakanlah kita melakukan
prediksi antara teori kepemimpinan dengan teori kepuasan kerja yang keduanya
bersifat genetis. Dalam hal ini kita tidak mungkin melakukan deduksi nomologis
karena kita tidak mempunyai teori yang bersifat nomotetis.
Berdasarkan hal ini,
mengkonstruksikan teori yang logis dan koheren yang memprediksikan tindakan
manusia dengan asumsi bahwa manusia akan berpikir rasional. Oleh sebab itu
digunakanlan deduksi yang bersifat rasional penalarannya.
Dalam mengkontruksi penjelasan
rasional, kita harus memperhitungkan berbagai asumsi yang terdapat dalam
realitas sosial.
Kita sering melihat bahwa mahasiswa
dalam melakukan penelitiannya mencoba menerapkan model realitas berdasarkan
penelitian orang lain luar negeri. Secara epistemologis hal ini kurang dapat
dipertanggungjawabkan karena realitas sosial penelitian itu dilakukkan berbeda
dengan realitas sosial dinegara kita, Tidak ada salahnya jika kita mempelajari
model-model penelitian ditempat lain.
Namun menerapkannya begitu saja tanpa
memperhatikan realitas sosial dinegara kita, bukanlah sesuatu yang bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kita harus menggunakan berbagai
pertimbangan dalam menyusun model penelitian dengan memperhatikan realitas
sosial dinegara kita.
Tujuan utama penelitian akademik
bukanlah menguji hipotesis melainkan menyusun program aksi berdasarkan tesis
yang terlah teruji.
Bagan 19-2
Epistemologi Pemecahan Masalah
Epistemologi Pemecahan Masalah
Epistemologi
penemuan teori baru adalah prosedur yang dilakukan melalui metode ilmiah untuk
menemukan teori baru. Untuk tujuan penelitian akademik kita akan mengembangkan
prosedur baru yang dinamakan epistemology pemecahan masalah. Dengan tetap
merujuk kepada metode ilmiah yang berupa logico-hypothetico-verifikatif
maka prosedurnya mengalami modifikasi
Setelah masalah dirumuskan di dunia empirik
maka kita tidak langsung melakukan induksi seperti apa yang dilakukan dalam
epistemology penemuan teori baru namun melainkan melakukan deduksi untuk
menyimpulkan hipotesis yang disusun dengan mengacu kepada teori-teori ilmiah
yang relevan. Berdasarkan premis yang diambil dari teori-teori ilmiah ini maka
disusun secara deduktif kerangka berpikir yang merupakan argumentasi bagi
pengajuan hipotesis. Jadi seperti kaum rasionalis yang berpendapat bahwa ide
yang mengandung kebenaran itu sudah ada secara apriori maka kita pun
berpendapat demikian. Ide yang bersifat apriori ini adalah teori ilmiah yang
kita kenali lewat proses belajar teori keilmuan.
Induksi dilakukan dalam rangka verifikasi
hipotesis yang kita ajukan. Atau lebih tepat lagi, pengumpulan dan pengolahnan
data dalam rangka pemecahan masalah diarahkan oleh hipotesis yang diajukan.
Hipotesis yang dideduksikan dari teori ilmiah dalam bentuk hipotesis akan diuji
kebenarannya sebelum dijadikan dasar bagi pemecahan masalah selanjuntya.
Baik epistemology penemuan teori baru
maupun epistemology pemecahan masalah keduanya mempergunakan metode logico-hypothetico-verifikatif. Induksi
untuk menghasilkan teori baru tidak dilakukan epistemology pemecahan masalah
sebab memang epistemologi ini tidak bertujuan melakukan hal itu. Epistemologi
pemecahan masalah meninggikan cara berpikir rasional dan konseptual dengan
tujuan memanfaatkan secara maksimal berbagai pengetahuan ilmiah yang telah
dipelajarinya selama ini.
Kita melihat banyak penelitian akademik
kita yang hanya melakukan induksi dan tanpa deduksi. Penelitian dengan hanya
mengandalkan induktif ini adalah metode paham empirisme yang berasal dari
induksi Baconian dan bukan metode ilmiah yang menggabungkan paham empirisme dan
rasionalisme dengan jembatan hipotesis.. Bagi penelitain akademik, prosedur
semacam ini tidak bersifat mendemonstrasikan metode ilmiah yang sesungguhnya
sebagai sintesis dari cara berpikir rasional dan empiris serta gabungan antara
berpikir deduktif dan induktif.
Evaluasi Kritis
Dalam
Epistemologi penemuan teori baru sekiranya hipotesis yang dideduksikan dari
teori itu ditolak dalam proses verifikasi maka otomatis teori itu gugur sebab
dianggap tidak benar. Lain halnya dengan epistemology pemecahan masalah.
Hipotesis yang ditolak bukan berarti bahwa konsep pemecahan yang diajukan itu
tidak benar namun mungkin saja bahwa penolakan ini disebabkan oleh hal lain.
Kita harus mengeksplorasi kemungkinan lain ini sebab evaluasi yang bersifat
kritis terhadap hasil pengujian hipotesis mungkin akan membuka koridor baru
terhadap penemuan penelitian. Evaluasi yang kita lakukan pertama kali ditujukan
pada metodologi penelitian.
Bagan 19-3
Epistemologi Pemecahan Masalah
Kesalahan
dalam metodologi penelitian ini umpamanya kita terlalu premature menyimpulkan
hasil suatu eksperimen karena tingkat kematangan (maturity) belum terpenuhi.
Namun kesalahan juga mungkin terjadi dalam kerangka berpikir kita.
Kriteria kebenaran dalam kegiatan keilmuan
Teori pragmatisme kita
pergunakan dalam menilai kebenaran teori ilmiah yang selalu silih berganti
sesuai dengan perkembangan pengetahuan ilmiah. Selama teori ilmiah mampu
memberaikan penafsiran terhadap geajala alam maka kita akui teori tersebut
sebagai anggota khasanah pengetahuan ilmiah.
Kriteria kebenaran keilmuan ini juga
tercermin dalam membagi kegiatan keilmuan menjadi dua wilayah yakni konteks penemuan dan konteks justifikasi (pembenaran).
Artinya suatu penemuan penelitian harus mempunyai justifikasi agar dapat
dianggap memiliki kebenaran secara ilmiah. Untuk itu maka kita membedakan
antara penelitian murni yang bertujuan menemukan teori baru dan Penelitian terapan yang bertujuan
memecahkan masalah dengan mempergunakan teori yang telah ditemukan. Dalam hal
ini maka konteks penemuan teori baru berada di dunia rasional dan konteks
justifikasi berada di dunia empiris. Sedangkan penelitain terapan bersifat
sebaliknya: konteks penemuannya beradai di dunia empiris (berupa hubungan
factual) dan konteks justifikasinya berada di dunia rasional (berupa teori).
Bagan 19-4. Konteks Penemuan dan
Konteks Justifikasi
dalam Penelitian Murni
Teori
yang ditemukan di dunia rasional selanjutnya merupakan teoretis untuk
mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan, dan mengobrol gejala alam yang
berada di dunia empiris. Sebaliknya penemuan factual di dunia empiris dapat
mengacu kepada teori yang bermukim di dunia rasional untuk memberikan
justifikasi berupa argumnetasi teoretis tentang penemuan empiris tersebut.
Berdasarkan posisi konteks penemuan dan
konteks justifikasi ini kita dapat membagi epistesmologi penelitian terapan
menjadi dua bentuk. Bentuk pertama adalah epistemologi
pemecahan masalah dengan konteks justifikasi didahulukan dan diikuti oleh
konteks penemuan. Bentuk kedua adalah mendahulukan konteks penemuan yang
diikuti oleh konteks justifikasi. Itulah sebabnya epistemology ini kita namakan
epistemologi penemuan ilmiah.
Epistemologi penemuan ilmiah merupakan
bentuk epistemologi yang sekarang banyak dipergunakan di Negara kita.
Epistemologi ini mendahulukan kesimpulan yang ditarik dari pengumpulan data dan
selanjutnya dibahas untuk memberikan justifikasi terhadap penemuan empiris
tersebut. Konteks justifikasi adalah ajang pemanfaatan teori-teori tersebut
dalam mengembangkan kerangka argumentasi yang menjelaskan suatu penemuan
penelitian.
Epistemologi pemecahan masalah merupakan
bentuk epistemology yang kurang dikenal di Negara kita yang sebenarnya justru
bersifat sangat fungsional dalam pendidikan keilmuan. Dengan adanya konteks
justifikasi didahulukan sebelum konteks penemuan maka peneliti dipaksa untuk
berpikir secara konsepsional, antisipatif, dan nalar. Epistemologi penemuan
ilmiah lebih cocok untuk peneliti professional ketimbang mahasiswa yang masih
belajar.
Bagan 19-5. Konteks Penemuan dan
Konteks Justifikasi
dalam Penelitian Terapan
Berpikir konseptual, Nalar dan Antisipatif
Metode ilmiah
merupakan hal yang penting bagi komunitas ilmiah untuk melaksanakan kritik
terhadap hasil penelitain ilmuwan lain dan penting bagi sistem pendidikan dalam
mendidik calon ilmuwan. Di kemudain hari para lulusan yang diak bekerja dalam
profesi keilmuan akan lebih bergelut dengan cara berpikir konsepsioanl, nalar
dan antispatif dalam masalah-masalah sosial ketimbang proses pengumpulan dan
pengolahan dalam masalah ilmu-ilmu alam.
Kebanyakan kesimpulan yang diambil itu pada
hakikatnya merupakan hipotesis atau jawaban sementara yang akan diuji
keampuhannya dalam memecahkan permasalahan praktis yang dihadapi. Sejarah
perkembangan ilmu itu sendiri memberikan gambaran bahwa teori pada hakikatnya
meruapakan serangkaian hipotesis terhadap permasalahan yang dihadapi. Kenyataan
bahwa hipotesis teruji kebenarannya pada satu waktu , dan pada perjalanan waktu
akan timbul hipotesis lainnya yang lebih maju, tidak menafikan kenyataan bahwa
berpikir hipotesis mempunyai kegunaan yang nyata.
Kegiatan penelitian di Negara kita lebih
ditujukan untuk menemukan pengetahuan baru daripada sebagai sarana edukatif
untuk membentuk kemampuan berpikir. Penelitian akademik di Negara kita, dengan
bertumpu pada epistemology penemuan ilmiah, seakan-akan beranggapan bahwa semua
lulusannya akan bekerja di bidang keilmuan. Memang itulah kelebihan
epistemology penemuan ilmiah bahwa dia sangat efisien bagi peneliti
professional untuk mendapatkan pengetahuan baru.
Penguasaan Metode Ilmiah di Perguruan Tinngi
Di
samping metodologi penelitian yang mengacu kepada metode ilmiah yang berasaskan
logico-hyphotetico-verifikatif ini, yang sering disebut metode penelitain
positivistic, terdapat berbagai metodologi penelitian yang mengacu kepada
bentuk pemikiran lain umpamanya metodologi penelitian kualitatif. Pemikiran
dalam keilmuan dapat dibagi ke dalam dua kategori yakni pemikiran nomotetik dan
idiografik. Pengetahuan keilmuan yang bersifat nomotetik adalah pengetahuan
ilmiah yang mempelajari fakta empiris dengan tujuan mendeskripsikan,
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol gejala alam. Pengetahuan keilmuan
yang bersifat idiografik adalah pengetahuan ilmiah yang mempelajari “alam dan
manusia dalam setting yang alamiah” dengan tujuan untuk mendapatkan pengertian
(understanding) berdasarkan cara pandang manusia yang hidup dalam setting
tersebut.
Disiplin keilmuan kadang-kadang dibagi ke
dalam kategori disiplin keilmuan nomotetis dan idiografis. Semua disiplin
keilmuan ilmu-ilmu sosial dimasukkan ke dalam kategori disiplin keilmuan
nomotetik terkecuali antropologi. Hanya antropologi yang dimasukkan ke dalam
disiplin keilmuan idiografis. Pembagian ke dalam dua kategori ini lebih
ditekankan kepada prioritas dalam tujuan penyusunan tubuh pengetahuan
ilmiahnya.
Paradigma penelitian positivistik dan
paradigma penelitian kualitatif tidak bersifat saling menafikan melainkan
saling membutuhkan. Dengan demikian maka silang pendapat antara dua paradigma
ini tidak perlu ada apalagi sampai menjurus ke hal-hal yang tidak rasional dan
bersifat ekstrem. Kita harus berusaha mencari kompromi eklektik sebab segala
sesuatu di muka bumi yang fana ini masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan.
Metode penelitian kualitatif ini sangat
beragam umpamanya saja field research dalam
sosiologi, etnografi dalam antropologi, naturalistic dalam pendidikan di samping
berbagai metode penelitian lainnya seperti symbolic
interactionist, inner perspective, the Chicago School, interpretive dan
etnometodologis.
Metode penelitian kualitatif bukanlah
paradigma yang mengacu kepada teori dalam kegiatannya sebab sejatinya paradigma
kualitatif bersifat mengembangkan teori (theory
generating).
Penelitian ini bukan saja akan menambah
wawasan penguasaan metodologi penelitian mahasiswa namun juga menghasilkan
pengetahuan baru. Kita membutuhkan penelitian mengenai masyarakat dan manusia
Indonesia yang sesungguhnya untuk dapat mengembangkan model realitas yang dapat
dipergunakan dalam penelitian-penelitian kita selanjutnya. Penelitian
idiografis Sheldon F. Shaeffer di Kabupaten Malang tahun 1977-1978, umpamanya,
memberikan informasi yang sangat berharga bagi kebijakan pendidikan
diIndonesia. Penelitian itu menyimpulkan bahwa kegiatan pendidikan dasar tidak
memberikan pengetahuan, nilai, dan sikap yang diperlukan anak itu kelak untuk
hidup dalam abad ke-21. Namun suatu penelitian yang mendalam dan otoritatif
akan didengar orang banyak dan menjadi masukan bagi para pengambil keputusan.
Dengan demikian maka hasil penelitian tidak hanya akan menjadi pajangan namun
secara konkret tampil di depan memberikan suluh dalam kegelapan.
Dalam pembahasan metode ilmiah, umpamanya,
betapa banyak pertimbangan yang harus kita lakukan agar kegiatan pembelajaran
yang dilakukan sekarang akan memberikan manfaat yang maksimal di masa yang akan
dating. Kita tak dapat berdiam diri dan hanya menyerahkan masa depan kepada
perjalanan waktu tanpa persiapan.
20 Dikotomi Penelitian
Akademik dan Profesional
Dalam penelitian professional yang penting adalah hasilnya.
Tanpa hasil penelitian yang nyata dan bermanfaat maka penelitian professional
tak ada artinya. Peneliti professional, termasuk dosen perguruan tinggi,
dituntut untuk menghasilkan produk yang bermutu atau tutup buku.
Proses penelitian professional, berbeda
dengan anggapan orang, adalah kegiatan yang tidak sistematis namun penuh dengan
imajinasi dan kreativitas yang tidak ada dalam buku teks. Tak ada langkah
sistematis seperti kita temukan dalam pedoman metodologi penelitian. Secara
epistemologis hal ini berarti:temukan dulu, baru kemudian kita berikan
justifikasi keilmuan. Proses penemuan ini tidak bersifat linier melainkan
sirkular, penuh pengulangan serta cek dan recek, sampai kita merasa yakin
dengan apa yang kita temukan.
Bagan 20-1. Konteks Penemuan dan
Konteks Justifikasi dalam
Penelitian Murni
Inilah sebenarnya hakikat dari epistemologi
penemuan ilmiah yang diajarkan dalam sistem pendidikan kita dan menjadi acuan
baik bagi ilmuwan atau mahasiswa yang sedang belajar melakukan penelitian.
Epistemologi ini memberi kemudahan kepada
ilmuwan professional sebab dia tidak usah mengajukan hipotesis yang definitif
sebelum pengumpulan data dilakukan.
Sebenarnya, ilmuwan professional secara
implicit biasanya sudah mempunyai hipotesis yang definitif bagi penelitiannya,
atau paling tidak embrio dari apa yang ingin ditemukannya. Namun hal ini
disimpan sampai dia menemukan ramifikasi data yang mendukukung gagasannya.
Secara kritis dia akan menafsirkan data dan mengadakan pengulangan sampai
kekeliruan dapat dicegah. Penelitian akademik dapat diibaratkan perjalanan
dengan “tiket sekali jalan” (one way ticket). Dia tidak bisa melakukan
pengulangan atau cek dan recek seperti ilmuwan professional. Oleh sebab itu,
dalam hal kesimpulan data yang tidak masuk akal pun, dia cenderung menjadikan
konteks justifikasi menjadi pembelaan yang terkesan dicari-cari untuk mempertahankan
penemuan penelitiannya.
The Singer not the Song
Kalau
memang aspek penemuanlah yang paling penting, yang kalau perlu memarjinalkan
penalaran kritis dalam prosesnya, maka penilitian akademik sebagai sarana
edukatif tidak berfungsi secara efektif. Justru penalaran kritis inilah,
terutama dikaitkan dengan pemanfaatan teori ilmiah yang berfungsi untuk
mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan dan mengontrol gejala alam yang
harus menjadi fokus utama. Produk penelitian akademik dari system pendidikan
bukanlah pengetahuan atau teknologi baru melainkan manusia yang mempunyai kualifikasi tertentu sesuai
dengan jenjang pendidikannya. Contohnya saja di Amerika Serikat sendiri, yang
setiap tahun menghasilkan lebih dari 20.000 doktor. Tetapi, hanya sedikit
sekali dari desertasi yang dipublikasikan mempunyai manfaat langsung.
Penelitian
akademik pada hakikatnya bertujuan memberikan kemampuan kepada peserta didik
untuk menguasai dan mempraktekkan segenap aspek keilmuan dari teori-teori
ilmiah yang sudah dipelajarinya sesuai dengan hakikat keilmuan. Secara rinci
penelitian akademik bertujuan melatih kemampuan yang mencakup antara lain (1)
menerapkan teori sesuai dengan fungsinya; (2) menyusun kerangka berpikir dalam
menghadapi masalah; (3) berpikir prediktif berdasarkan kerangka berpikir yang
argumentatif dan nalar; (4) kemampuan menyusun instrument penelitian dan
kalibrasinya; (5) kemampuan menyusun metodologi penelitian yang sesuai dengan
permasalahan; (6) menafsirkan kesimpulan data secara kritis dengan melakukan
recek terhadap metodologi penelitian bila terdapat keraguan; (7) menarik
kesimpulan secara kritis terhadap hasil pengujian hipotesis dan (8)
mengembangkan implikasi penelitian dalam upaya pemecahan masalah.
Berpikir
konseptual, nalar dan prediktif merupakan ciri utama dari epistemologi
pemecahan masalah. Kita harus mengajukan hipotesi yang definitif . Hipotesi ini
harus didukung oleh argumentasi dan nalar yang kuat, lain dengan hipotesis yang
netral seperti “terdapat pengaruh dari introduksi minum susu di pedesaan
terhadap tingkat kesehatan penduduk” yang dapat diajukan begitu saja.
Bagi
pengujian hipotesis netral bila datanya menunjukkan pengaruh positif atau
negative maka hal itu tidak menjadi soal. Lain bagi peneliti yang mengajukan
hipotesis definitive yang konsisten dengan teori ilmiah. Dari hipotesis yang
ditolak saja kita mendapatkan berkah apalagi dari hipotesi definif yang
diterima. Hipotesis yang orisinal biasanya melawan arus dan betul-betul harus
didukung oleh arumentasi yang kuat. Inilah kelebihan epistemology pemecahan
masalah yang cocok untuk kegiatan pendidikan dalam mengembangkan berpikir konseptual, nalar dan antisipatif.
Kalau hal ini sudah terbiasan dan terinternalisasi maka cara berpikir ini
akan menjadi nilai yang membentuk karakter bangsa. Dewasa ini, bangsa kita
seperti sedang mengidap sindrom manusia
expost facto: baru rebut sesudah sesuatu terjadi dan bukan memperkirakan
sebelumnya.
Ke Arah Diversifikasi Kegiatan Penelitian
Penelitian
mempunyai peranan yang khas bila dikaitkan dengan kegiatan tertentu. Pada satu
pihak, penelitian merupakan sarana edukatif bila dikaitkan dengan kegiatan
pendidikan, dan dalam hal ini, kegiatan penelitianmencerminkan hakikat dan
tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Aspek-aspek penelitian seperti bentuk
penelitian, perumusan masalah, kajian kepustakaan, proses pengumpulan dan
analisis data, serta penyajia laporan penelitian, semuanya mengacu pada tujuan
keilmuan yang ingin diwujudkan dalam kegiatan penelitian.
Penelitian
deskriptif mungkin sangat fungsional dalam menemukan pengetahuan, atau lebih
tepat lagi, informasi baru. Jika seorang pakar ekonomi hasil penelitian
deskriptifnya menemukan bahwa, sekian persen penduduk Indonesia masih termasuk
dalam taraf kemiskinan, maka penemuan ini merupakan informasi yang sangat
berharga. Di pihak lain, mungkin saja penelitian yang sangat canggih dalam segi
penalaran dan analisis, kurang bermanfaat bagi pengambilan keputusan maupun
pengembangan ilmu.
Untuk itu
dirasa perlu untuk mengembangkan klasifikasi penelitian dikaitkan dengan
serangkaian kegiatan, sebuah penelitianmungkin fungsional ditinjau dari sudut
kegiatan namun difungsional dari sudut kegiatan yang lain.
Pada
dasarnya penelitian dapat digolongkan ke dalam tiga kategori dasar yakni
penelitian akademik, professional dan instutisional. Penelitian akademik adalah
penelitian yang dilakukan seorang peneliti yang sedang berada dalam proses
pendidikan atau latihan. Penelitian tersebut merupakan bagian integral dari
proses pendidikan atau latihan yang sedang dijalaninya. Di samping penelitian
akademik dikenal juga penelitian yang dilakukan oleh ilmuan atau peneliti
professional lainnya. Kegiatan ini tidak terkait dengan proses pendidikan atau
latihan sebab peneliti yang terlibat dalam kegiatan penelitian ini telah
diproses kemampuannya lewat pendidikan atau latihan yang selesai dijalaninya.
Peneliti dalam penelitian akademik dapat diibaratkan sebagai
peneliti-yang-sedang-menjadi (in statu
nascendi) sedangkan peneliti yang berkecimpung dalam kegiatan penelitian
yang kedua adalah peneliti-yang-sudah-jadi. Peneliti yang terakhir ini pada
dasarnya terdiri dari ilmuawan atau peneliti professional lainnya yang
melakukan kegiatan sesuai dengan bidang keahliannya. Itulah sebabnya maka
penelitian yang kedua ini kita sebut sebagai penelitian professional.
Perbedaan hakikat antara dua jenis
penelitian ini perlu disadari sebab terdapat perbedaan yang mendasar dari
kegiatan yang dilakukan masing-masing. Dewasa ini belum memasyarakat suatu
bentuk klasifikasi yang secara distinktif membeakan kedua jenis penelitian
tersebut yang mngakibatkan proses dan produk penelitian yang tidak bersifat
optimal sesuai dengan hakikat yang dimilikinya. Bisa saja seorang generalis
mengatakan bahwa hakikatnya semua penelitian itu sama. Penyatakan ini
mengandung kebenaran jika diterapkan pada masyarakat ilmiah yang masih dalam
taraf sederhana. Akan tetapi dalam masyarakat yang telah maju, yang ruang
lingkup geraknya terdiri dari berbagai fase yang membutuhkan keahlian dan
karakter tersendiri, maka pernyataan yang bersifat umum ini tidak berlaku lagi.
Penelitian Akademik
Penelitian
akademik dapat dianggap sebagai bagian integral dari proses pendidikan atau
latihan dalam membentuk manusia yang mempunyai kualifikasi kemampuan tertentu.
Penelitian merupakan sarana edukatif dalam proses kegiatan pendidikan.
Pendidikan keilmuan ditujukan kea rah penguasaan pengetahuan ilmiah tertentu,
maka penelitian akademik yang biasanya dilakukan di penghujung program studi
mempunyai potensi dan peranan untuk mengevaluasi secara sumatif apakah
kemampuan tersebut sudah terbentuk atau belum.
Pengetahuan
ilmiah secara keseluruhan terdiri dari empat bagian yakni pengetahuan filosofis, pengetahuan metodologis, pengetahuan teoretis, penggunaan aplikatif. Penelitian akademik pada
hakikatnya mencakup keempat aspek pengetahuan ilmiah ini, dan dengan demikian,
maka penelitian akademik dapat dirancang untuk sebagai sarana evaluasi. Selain itu, penelitian akademik berfungi sebagai
media pengontrol kualitas agar anak
didik yang kelak selesai dari studinya telah memiliki kualitas yang ditentukan.
Media pengontrol ini penting sekali sebab pada hakikatnya proses ini merupakan
tahap pendidikan terakhir untuk membekali anank didik dengan pengetahuan yang
diperlukan sebelum mereka terjun ke masyarakat.
Secara
terinci maka penelitian merupakan sarana edukatif sekaligus sarana edukatif
sekaligus sarana evaluative apakah anak didik telah menguasai hal-hal sebagai
berikut: (1) menguasai hakikat ilmu;
(2) menguasai metode ilmiah; (3)
mengetahui fungsi teori ilmiah: (4)
menguasai pengetahuan teoretis yang
relevan dengan masalah penilitian yang diajukan; (5) menguasai penalaran dalam
deduksi hipotesis; (6) menguasai metodologi
penelitian dalam rangka pengujian hipotesis yang berupa; (6-1) menguasai metode penelitian, (6-2) menguasai
metode penyusunan instrumen penelitian,
(6-3) menguasai metode pengambilan
contoh, dan (6-4) menguasai metode analisis
data; (7) menguasai kempuan untuk menyimpulkan
dan menafsirkan kesimpulan analisis data; (8) menguasai kempuan untuk
mengembangkan pemecahan masalah berdasarkan
tesis yang disimpulkan dan (9) menguasai teknik
penulisan dan teknik notasi ilmiah
dalam menyusun laporan penelitian.
Validitas Internal vs Validitas Eksternal
Mengingat
tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah banyak sekali, dengan penekanan
kepada keabsahan dan keandalan dalam proses penemuan kebenaran, maka penelitian
akademik cenderung lebih menekankan kepada validitas internal daripada
validitas eksternal. Validitas internal mencerminkan keabsahan dalam proses
penemuan kebenaran baik dari segi rasionalitas maupun empirik. Validitas
eksternal mencerminkan keandalan generalisasi temuan hasil penelitian untuk
dapat diterapkan dalam populasi dan lingkup yang lebih luas. Oleh sebab itu, maka
salah satu persyaratan penelitian akademik haruslah bersifat konsepsional.
Penelitian yang bersifat factual, yang tidak memungkinkan analisis yang
bersifat koseptual, bukanlah masalah ideal bagi penelitian akademik.
Dengan
memperhatikan hal-hal tersebut, maka penelitian akademik harus mempunyai
validitas internal yang tinggi yang memungkinkan pertanggung jawaban secara
ilmiah dari setiap komponen penelitian tersebut bagaimana pun kecilnya. Kita musti menerapkan zero tolerance terhadap setiap kesalahan penelitian akademik.
Hal ini bukan berarti bahwa setiap penelitian akademik harus sempurna, dan
peneliti harus bolak-balik ke lapangan untuk memperbaiki penelitiannya, paling
tidak dia harus mengetahui kalau ada sesuatu yang salah dalam penelitiannya dan
mampu merperbaiki masalah tersebut.
Laporan
penelitian tetap dapat mempergunakan data yang telah dikumpulkan. Hal ini
berarti bahwa kita menganggap penelitian sebagai saran edukatif dan bukan
sebagai pengetahuan baru yang siap untuk dipergunakan dan diaplikasikan. Asumsi
ini lebih realistis dan sesuai dengan hakikat penelitian dalam konstelasi
pendidikan keilmuan secara keseluruhan.
Secara
garis besar dapat dikatan bahwa penelitian akademik lebih berorientasi kepada
proses yakni proses penelitian sebagai sarana edukatif dalam membentuk ilmuwan
yang mempunyai kemampuan untuk melakukan penelitian ilmiah secara benar dengan
menerapkan teori dan prosedur keilmuan. Produk utama dari kegiatan penelitian
akademik manusia peneliti yang telah
lulus dari proses pendidikan diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan baru
yang mempunyai kegunaan teoretis maupun praktis maupun eksekutif pengambil keputusan yang mampu berpikir
secara konsepsional, nalar, dan antisipatif dengan mengacu kepada hakikat
keilmuan. Penelitian akademik, sesuai dengan hakikat dan tujuannya, harus
dirancang sedemikian rupa agar semua tujuan yang bersifat edukatif di dalamnya
dapat tercapai.
Evaluasi Penelitian Akademik
]
Evaluasi
pertama penelitian akademik dilakukan terhadap usulan penelitian. Hal ini dapat
dilakukan dalm seminar yang dihadiri oleh siapa pu setelah usulan penelitian
disetujui oleh komisi pembimbing atau promotor. Hasil evaluasi ini dipergunakan
untuk memperbaiki kesalahan yang mungkin terdapat usulan dalam penelitian.
Evaluasi kedua dilakukan terhadap instrument penelitian yang telah disusun.
Dalam penelitian social, penyusunan instrument ini merupakan salah satu
kegiatan yang paling krusial dalam penelitian dan paling berpotensi untuk
melakukan kesalahan.
Evaluasi
selanjutnya yang sering dilakukan di perguruan tinggi adalh seminar hasil
penelitian sebelum ujian dilaksanakan. Seminar ini dilakukan secara terbuka
sebagai pemanasan dan persiapan bagi ujian tertutup. Saran yang disampaikan
tidak bersifat mengikat dan terpulang kepada pembimbing atau promotor untuk
memilih dan memilah saran yang akan dimasukkan ke dalam perbaikan laporan
penelitian sebelum ujian tertutup.
Ujian
tertutup adalah ujian dalam arti yang sesungguhnya, dan bimbingan terakhir yang
dilakukan oleh segenap langkah yang edukatif, ditujukan agar mahasiswa memahami
segenap langkah yang dilakukan dalam kegiatan penelitian akademik dan menyadari
kesalahan yang mungkin dilakukan dalam proses penelitian. Dalam hal ini, komisi
ujian wajib memberikan bimbingan bagaimana caranya memperbaiki kesalahan
tersebut dengan petunjuk yang difinitif. Pada prinsipnya, semua anggota komisi
ujian tertutup adalh pembimbing atau promotor bagi mahasiswa yang diuji. Tugas
dan wewenang komisi pembimbing atau komisi promotor hanya sampai ujian tertutup
saja, selanjutnya tugas dan wewenang tersebut diambil alih oleh komisi ujian
tertutup yang dipimpin oleh pejabat structural perguruan tinggi di bidang
akademik. Pimpinan structural perguruan tinggi berfungsi mengawasi implementasi
persepsi perguruan tinggi yang bersangkutan terhadap hakikat keilmuan dan
kegiatan penelitian. Dalam kode etik akademik musti tercakup proses arbitrase
jika terdapat perbedaan yang tidak dapat diselesaikan mengenai kesalahan atau
perbaikan penelitian. Dengan adanya pimpinan structural perguruan tinggi sebagi
ketua komisi ujian tertutup maka proses arbitrase ini lebih mudah dilakukan.
Demikian uga, ujian tertutup harus menghasilkan kesimpulan yang berupa kontrak
tertulis mengenai perbaikan penelitian. Kontrak ini mempunyai 2 kegunaan,
pertama, mahasiswa tahu benar apa yang harus diperbaiki dan kepada siapa dia
harus berkonsultasi dan memperoleh persetujuan atas perbaikan yang dilakukan
dan, kedua, tidak boleh ada perbaikan lain kecuali apa yang tersurat dalam
kontrak tersebut . Terdapat kecendrungan pada beberapa dosen yang kurang
bertanggung-jawab bahwa dia selalu melihat kesalahan baru setiap mahasiswa
melaporkan hasil penelitiannya. Hal ini harus dihindarkan sebab tidak efisien
dan tidak mendidik. Semua kesalahan yang dianggapnya harus diperbaiki harus
dikemukakan dalam ujian tertutup dan bersidang dan melakukan bargaining mengenai isi kontrak. Proses bargaining ini mencerminkan demokrasi
dalam pengambilan keputusan tanpa adanya orang yang bertindak semena-mena dan
memaksakan kehendak tanpa didasari argumentasi dan sikap moderat. Komisi
pembimbing atau promotor, dalam hal ini seyogyanya membela kepentingan mahasiwa
yang dibimbingnya. Proses bargaining ini penting sebab kontrak yang dihasilkan
harus mencerminkan integritas keilmuan dan kearifan pendidik yang jika keduanya
bias bersintesis akan menghasilkan manusia terdidik yang berkualitas.
Pelaksanaan kontrak ini disupervisi oleh ketua komisi ujian tertutup yang
merupakan pejabat structural perguruan tinggi dengan berpedoman pada buku
panduan penelitian dan kode etik akademik. Hal ini akan menjadikan penelitian
bukan saja proses pendewasaan namun sekaligus pengalaman yang menyenangkan.
Karena sudah jelas apa yang harus diperbaiki dan siapa yang menandatangani
pengesahan perbaikan tersebut maka perbaikan laporan penelitian hanya merupakan
kerja keras. Taka da lagi kebimbangan dan kebingungan seperti apa yang sering
kita lihat dewasa ini.
Penelitian Profesional
Di samping
penelitian akademik ini terdapat bentuk lain dari penelitian yang orientasinya
bukan proses seperti penelitian akademik melainkan produk. Penelitian ini tuuan utamanya
adalah mendapatkan penemuan baru baik berupa pengetahuan maupun teknologi baru.
Penemuan baru yang diperoleh dapat berupa produk seperti varitas tanaman baru
atau obat jenis baru. Penelitian ini disebut sebagai penelitian professional
yang biasanya dilakukan oleh ilmuwan attau peneliti professional lainnya di
perguruan tinggi, balai penelitian atau lembaga yang mengkhususkan diri untuk
mengembangkan ilmu dan teknologi.
Dalam
bidang penemuan baru biasanya dikenal dua tahapan yang berbeda yakni tahap
pengembangan prototype dan produk final. Penelitian professional yang bersifat
pengembangan prototipe biasanya menekankan kepada validitas internal. Baru dalam
tahap ini pengembangan produk final kedua validitas, baik internal maupun
eksternal, harus dipenuhi. Pegembangan prototype merupakan penelitian yang
ideal dilakukan oleh dosen di perguruan tinggi. Pengembangan prototip menjadi
produk final biasa dilakukan oleh lembaga penelitian dan pengembangan yang
mengkhususkan diri untuk mengembangkan pengetahuan dan teknologi baru.
Berbeda
dengan penelitian akademik yang membatasi permasalahan pada beberapa variable
agar mudah dikontrol untuk mendapatkan validitas internal yang tinggi, maka
penelitian professional biasanya memasukkan segenap variable yang relevan untuk
mendapatkan penemuan baru mengenai suatu objek yang di teliti. Prosedur da
langkah-langkah yang sistematik dalam penelitian professional tidak lagi diperluan.
Penelitian tidak dilakukan secara penelitian akademik bersifat one way ticket namun dilakukan secara
berulang-ulang sampai kita mendapatkan kebenaran yang pasti. Kalau penelitian
akademik bersifat linier dengan
tahapan yang jelas dan terbakukan maka penelitian professional bersifat spiral yang bersifat konvergen menuju
hasil. Proses deduksi dan induksi dilakukan secara dinamis sesuai dengan
kebutuhan. Metode ilmiah, dalam upaya untuk memperoleh penemuan baru, harus
dianggap sebagai polla berpikir untuk menemukan kebenaran ilmiah yang
penerapannya disesuaikan sebagai kebutuhan.
Sering
kita menemukan bahwa proses penelitian akademik yang dilakukan mahasiswa sama
dengan penelitian professional yang dilakukan dosen: keduanya adalah bersifat
abash ditinjau dari metode ilmiah dan keduanya tidak menghasilkan apa-apa yang
baru. Bagi penelitian dosen tidak menemukan sesuatu yang berharga maka hal ini
patut membuat mebuat orang bertanya. Penelitian akademik dan penelitian
professional pada hakikatnya haruslah berbeda: sebab tujuannya berbeda maka
prosesnya pun harus berbeda. Jadi kalau ada penelitian dosen yang sama dan
sebangun dengan peneitian mahasiswa maka ada yang salah dengan dunia keilmuan
kita.
Epistemologi pemecahan masalah
yang diperuntukkan bagi penelitian akademik dan epistemologi penemuan ilmiah
bagi penelitian professional. Epistemologi pemecahan masalah merupakan sarana
edukatif yang melalui kegiatan penelitian yang membentuk kemampuan berpikir
ilmiah yang bersifat konsepsional, nalar, dan antisipatif. Hal ini dikaitkan
dengan konteks justifikasi yang didahulukan sebelum onteks penemuan.
Sebaliknya, epistemology penemuan ilmiah berorientasi pada penemuan baru. Di
sini konteks penemuan didahulukan sebelum konteks justifikasi.
Semoga
dengan adanya perbedaan dalam paradigma penelitian ini akan mendorong perbedaan
dalam cara berpikir yang pada gilirannya mengahsilkan produk penelitian yan
berbeda. Penemuan baru ini tentu saja tidak realistis dilakukan oleh mahasiswa
melainkan oleh dosen yang menjadi pembimbingnya. Dengan demikian maka dinamika
dalam kehidupan perguruan tinggi akan mendorong kemajuan baik di bidang
peningkatan sumber daya manusia maupun peningkatan di bidang ilmu dan
teknologi.
Penelitian Kelembagaan
Penelitian
kelembagaan tidak dimaksudkan sebagai sarana edukatif seperti penelitian
akademik, atau ditujukan untuk mendapatkan penemuan baru seperti penelitian
professional, melainkan difokuskan pada pemerolehan informasi yang dipakai
sebagai dasar bagi pengambilan keputusan. Sebuah lembaga membutuhkan informasi
untuk pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil tersebut biasanya
menyangkut dua hal, yakni keputusan yang menyangkut perumusan kebijakan dan
evaluasi pelaksanaan kegiatan dalam bentuk program.
Disebabkan
keputusan yang diambi mempunyai dampak yang luas maka penelitian kelembagaan
sangan memperhatikan validitas eksternal. Berbeda dengan penelitian akademik
dan profesional yang bersifat konsepsional maka penelitian instutisional lebih
bersifat factual. Data deskriptif seperti jumlah penduduk, tingkat pendidikan,
permintaan terhadap barang atau jasa, atau persentase keberhasilan sebuah
program biasanya merupakan data yang dikumpulkan dan diolah dalam penelitian
instutisional. Semua variabel urut mempengaruhi pengambilan keputusan harus tercakup
dalam lingkup penelitian.
Penelitian
yang dilakukan dapat berupa penelitian evaluative untuk menilai seberapa jauh
keberhasilan suatu kebijaksanaan atau program, penelitian diagnostik yang
mengungkapkan keadaan suatu objek atau wilayah, dan penelitian prognostik
mencoba mengembangkan kebijakan atau program yang baru. Penilitian prognostik
mungkin didasarkan kepada penelitian diagnostik. Penelitian diagnostik lebih
ditekankan untuk mendapatkan basis data sedangkan penilian prognostik lebih
ditekankan kepada pengembangan basis teori sebagai dasar penyusunan
kebijaksanaan atau program baru.
Analisis
data yang dilakukan disesuaikan dengan tujuan kegunaan praktis dalam
pengambilan keputusan. Analisis yang biasanya digunakan adalah analisis
deskriptif. Penelitian instutisional juga tidak mutlak harus merupakan
penelitian ilmiah, artinya, tidaj memerlukan konteks justifikasi teoretis untuk
memayungi penemuan empiris. Penelitian dilaporkan dalam bentuk yang ebih bebas
sesuai dengan kebutuhan dan tidak mutlak harus mempergunakan teknik penulisan
dan teknik notasi ilmiah. Itulah sebabnya maka penelitian instutisional
bukanlah bentuk penelitian yang cocok untuk kegiatan akademik.
Catatan Akhir
Dalam
perkembangan pengetahuan selalu terjadi suatu proses diferensiasi kea rah
pembentukan cabang pengetahuan yang lebih bersifat spesialistis. Demikian juga
dengan penelitian, kategori generic penelitian yang yang mempunyai tujuanyang
berbeda-beda tidak lagi memenuhi persyaratan sesuai dengan tuntutan beda tidak
lagi memenuhi persyaratan yang sesuai dengan tuntutan spesialisasi. Untuk itu
kita mencoba membagi menjadi tiga cabang utama yakni penelitian akademik,
profesional, dan instutisional. Pembedaan ketiga bentuk penelitian ini secaraa
tersurat semoga mendorong berkembangnya paradigma penelitian yang bersifat khas
terutama penelitian akademik. Demikian uga dengan adanya pembedaan ini
penelitian profesional dapat dipacu perkembangannya sesuai dengan hakikatnya
yang sejati. Dewasa ini kita masih sering melihat penelitian dosen di perguruan
tinggi yang masih merupakan wahana latihan meneliti. Semoga dengan adanya
pembedaan bentuk-bentuk penelitian maka kegiatan penelitian di Negara kita akan
bertambah maju sesuai dengan koridornya masing-masing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar